BEKASI, KBEonline.id – Anggota DPR RI Komisi VI, Rieke Diah Pitaloka, menanggapi video viral seorang remaja putri yang mengkritik kebijakan pemerintah terkait penertiban bangunan liar di Desa Sukajaya, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi yang belakangan ini ramai diperbincangkan.
“Ya nggak apa-apa, kritik boleh saja. Tapi mudah-mudahan sebelum mengkritik, dilengkapi dulu dengan informasi yang lengkap,” ujar Rieke kepada Karawang Bekasi Ekspres, Selasa (29/4) kemarin.
Ia menyatakan keyakinannya bahwa generasi muda saat ini memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Namun menurutnya, kemampuan itu akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk hal-hal positif.
Baca Juga:Ribuan Buruh dari Karawang Akan Ikuti Peringatan May Day di JakartaMAN 2 Karawang Cetak Lulusan Penghafal Alquran dan Siap Kerja
“Saya percaya anak zaman sekarang punya kemampuan komunikasi yang baik. Dan alangkah lebih baiknya kalau itu digunakan untuk kebaikan,” katanya.
Rieke juga menegaskan bahwa ia menolak keras pembongkaran terhadap bangunan milik warga yang bersertifikat tanpa ganti rugi.
“Saya menentang keras ketika ada hak milik warga, khususnya tanah dan bangunan yang sudah bersertifikat dan benar-benar hak sah milik warga, lalu kemudian atas nama lahan untuk publik, tidak ada ganti rugi, main dibongkar gitu aja. Itu salah, itu negara kejam,” tegasnya.
Namun, ia membedakan kasus tersebut dengan penertiban bangunan liar yang berdiri di atas lahan negara, khususnya di bantaran kali Cikarang Bekasi Laut (CBL). Menurutnya, penertiban semacam itu memang perlu dilakukan karena melanggar hukum dan dapat membahayakan kepentingan publik.
“Tapi kalau kejadiannya seperti yang sedang kami perjuangkan untuk membenahi tata kelola sumber daya air, supaya ada pengandalian terhadap banjir, pengairan dan juga ketersediaan air minum, menurut saya itu memang harus dilakukan,” imbuhnya.
Politisi PDIP itu menegaskan bahwa bangunan yang berdiri tanpa dasar hukum, apalagi di atas tanah negara, memang tidak dibenarkan di negara mana pun. Terlebih lagi jika berada di kawasan strategis sumber daya air.
“Apalagi kalau bangunannya berada di atas sungai, itu pasti akan berdampak buruk. Kerugiannya bukan hanya untuk si pembangun, tapi juga bagi jutaan orang lainnya,” jelasnya.
Baca Juga:Apa sih bedanya Sayur Organik dan Hidroponik?Sejumlah Aparatur Desa di Kabupaten Bekasi Menyesal Ikut Retret
Sebagai contoh, Rieke menyebut kawasan titik nol Bendungan Sarengseng Hilir (BSH) yang merupakan bagian penting dari sistem pengendalian banjir dan pengairan di wilayah Bekasi, Karawang, hingga Muara Gembong. Dari titik ini, air dialirkan ke Cikarang Bekasi Laut di sisi kanan, dan ke Laut Jawa serta area irigasi seluas 4.000 hektare di delapan kecamatan di sisi kiri.