KBEonline.id – Indonesia tengah bersiap menghadapi perubahan besar dalam kebijakan ekonomi digital. Setelah memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk digital sejak 2020, kini pemerintah memberi sinyal kuat akan mengenakan bea masuk terhadap barang digital impor. Langkah ini sejalan dengan rencana penghentian moratorium bea digital oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 2026.
Sejak April 2020, pemerintah Indonesia menerapkan PPN sebesar 10 persen untuk barang dan jasa digital impor. Kebijakan ini mencakup film streaming, musik digital, aplikasi, e-book, serta gim online yang dibeli melalui platform global seperti Netflix, Spotify, Steam, hingga Google Play.
Langkah tersebut bertujuan menciptakan keadilan antara pelaku usaha digital dalam negeri dan luar negeri, sekaligus menambah penerimaan pajak negara dari sektor yang terus berkembang pesat.
Baca Juga:Starlink Tak Terima Pengguna Baru di Indonesia, Ini Fakta di BaliknyaSamsung Garap HP Lipat Tiga, Bocoran Rilis Resmi Muncul di 2025!
Meskipun pajak sudah diterapkan, produk digital impor hingga saat ini masih bebas dari bea masuk. Hal ini disebabkan oleh komitmen Indonesia dalam mengikuti moratorium WTO yang melarang penerapan bea atas transaksi elektronik lintas negara.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17 Tahun 2018, produk digital seperti perangkat lunak dan konten multimedia diklasifikasikan sebagai barang impor dengan kode HS 99.01. Namun, tarif bea masuknya tetap ditetapkan nol persen sesuai aturan internasional yang berlaku.
Pada pertemuan WTO Maret 2024 lalu, disepakati bahwa moratorium atas bea masuk produk digital hanya akan berlaku hingga 2026. Setelah itu, setiap negara anggota diperbolehkan menetapkan tarif impor atas transmisi digital sesuai kepentingan nasionalnya.
Indonesia diperkirakan akan memanfaatkan peluang ini untuk meningkatkan kontribusi sektor digital terhadap pendapatan negara. Menurut laporan yang dikutip dari detikNews, potensi nilai impor barang digital secara global bisa mencapai 365 miliar dolar AS pada 2025. Dengan angka sebesar itu, pengenaan tarif dinilai strategis dalam menjaga keseimbangan ekonomi digital dalam negeri.
Penerapan bea masuk terhadap produk digital asing akan menciptakan peluang baru bagi pelaku usaha dalam negeri. Kenaikan biaya impor dapat memicu pergeseran preferensi konsumen terhadap produk lokal, termasuk konten hiburan digital, aplikasi, serta gim buatan pengembang Indonesia.
Dengan kebijakan baru tersebut, pelaku kreatif lokal memiliki peluang lebih besar untuk menembus pasar domestik, sekaligus bersaing lebih adil dalam aspek harga maupun distribusi.