Mengulur Waktu, Menebus Dosa di Jalur Laut Utara

gugus terumbu karang sendulang
Perahu nelayan Tangkolak dan deretan paranje di Gugus Terumbu Karang Sendulang.
0 Komentar

“Harapan ke depannya, potensi wisata ini bisa jadi alternatif penghasilan bagi nelayan yang masih menggunakan kompresor saat mencari ikan,” kata Dama.

Dama juga ingat, masa saat ayahnya dan nelayan lain berburu karang, kemudian menggunakannya sebagai pondasi rumah. Ia sendiri tidak begitu tahu mengenai massa karang dan harta karun yang diperjualbelikan. Tapi, ia sendiri pernah menemukan beberapa artefak.

“Lokasinya jauh dari terumbu karang, saya pernah menemukan koin, dan gerabah. Saat itu, saya menyelam dengan kompresor angin manual. Ekonomi belum memungkinkan pakai alat lebih aman. Itu sangat berbahaya, dan bisa membahayakan tubuh,” kata Dama.

Baca Juga:Doni Romdhoni Pimpin PRIMA DMI Jawa Barat 2025–2029, Usung Visi Generasi Qur’ani yang Kreatif & Berdaya SaingDPRD: RSUD Rengasdengklok Kado Spesial HUT Karawang Buat Masyarakat

Apa yang membuat Otak Jawara menarik bukan semata modulnya, melainkan cara ia menyusun ulang hubungan manusia dan terumbu karang. Para nelayan yang dulu menyelam dengan kompresor kini belajar menyelam aman, bersertifikat, bertahap, dan beralih menjadi pemandu transplantasi, penjaga monitoring, bahkan bercita-cita membangun Tangkolak sebagai wisata edukasi.

Dari kompresor yang menyalurkan udara kotor, menuju regulator dan prosedur keselamatan, dari linggis dan palu, menuju kabel ties dan lem, dari angkat menjadi tanam.

“Kalau dulu mencari fragmen karang untuk dijual, sekarang kami memilahnya untuk ditanam. Rasanya beda,” kenang Dama.

Ahli terumbu karang dari PPLH IPB, Dr. Ir. Wazir Mawardi, M.Si, yang turut terlibat dalam gerakan ini, menyampaikan bahwa gagasan paranje bukanlah sesuatu yang benar-benar baru. Teknik transplantasi tersebut sudah lama diperkenalkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga pernah mengeluarkan model yang sejenis.

Namun, Wazir mengingat kembali pengalaman awalnya melakukan transplantasi terumbu karang. Model-model lama, misalnya rak paralon atau modul berbentuk kotak dengan ketebalan tipis seperti papan, kerap kalah oleh arus dan sedimen.

“Kalau pakai plastik, dua-tiga tahun getas, patah. Kalau rak, umurnya pendek, ombak menghempas, mudah hancur,” kata Wazir, Minggu (15/6/2025).

Wazir menjelaskan, dari pengalaman itu, lahirlah desain paranje. Kuncinya ada pada substrat keras dari beton yang bisa menahan arus, sekaligus bentuk yang memudahkan mobilisasi.

Baca Juga:HUT Karawang ke-392 Tahun, In Pesan dan Harapan Anggota DPRD Jabar H Jenal Aripin…Sentil Layanan Kesehatan RSHS yang Bikin Pasien Kecewa, Jenal Aripin Sebut Masyarakat Merugi

“Kita pilih bulat. Di darat bisa digelindingkan, tidak perlu diangkat. Saat diturunkan di laut juga lebih mudah diatur posisinya. Permukaannya pun sengaja dibuat cembung. Kalau permukaannya datar, lumpur gampang menumpuk. Tapi kalau cembung, arus bisa menyapu. Itu idenya,” kata Wazir.

0 Komentar