Cerita-cerita semacam itu semakin menguatkan keyakinan warga Tangkolak. Bagi Nanang, yang tumbuh besar dengan kisah turun-temurun, harta karun di dasar laut tak pernah dianggap dongeng belaka. Orang-orang tua di kampungnya percaya, benda-benda yang kadang terangkat ke permukaan berasal dari kehidupan jauh di masa lampau. Dalam tuturan mereka, nama-nama besar kerap disebut, kapal-kapal Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), perahu dagang dari Dinasti Ming dan Qing yang terbawa arus hingga Jawa, bahkan kisah perompak dari Filipina yang menebar teror di laut utara. Semua itu melekat di ingatan, diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, seperti ombak yang tak pernah berhenti menyapu bibir pantai.
Keyakinan itu menemukan pantulannya dalam riset arkeologi. Dalam artikel Arti Penting Situs-Situs Pelabuhan Kuna di Karawang, Jawa Barat sebagai Jalur Transportasi (Libra Hari Inagurasi, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Purbawidya, Vol. 5, No. 2, November 2016), Tangkolak disebut sebagai bagian penting jalur niaga kuno di pesisir utara Jawa. Di pantai yang landai dan dangkal itu menyimpan jejak tinggalan arkeologi, potongan kayu dari dasar laut yang, menurut analisis pertanggalan Pusat Survei Geologi, berasal dari abad ke-13. Temuan lain berupa lampu kapal abad ke-19 memperkuat tafsir bahwa pantai-pantai Karawang, termasuk Tangkolak, pernah menjadi dermaga alami tempat kapal berlabuh. Karena kaya temuan bawah air, Tangkolak pun dikategorikan sebagai situs tinggalan bawah air.
Empat tahun berselang, bukti lain datang dari Situs Karang Bui, hamparan dangkal pada kedalaman lima hingga dua belas meter di perairan Karawang, sekitar lima belas hingga dua puluh kilometer dari Tangkolak. Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Amerta (Gemilang dkk., 2020) mencatat beragam artefak seperti koin, meriam, jangkar, hingga fragmen keramik yang diduga bagian dari muatan kapal karam era VOC. Analisis topografi dasar laut bahkan memperlihatkan kontur menyerupai rangka kapal yang terkubur sebagian oleh pasir. Lokasi ini kemudian dikategorikan sebagai situs tinggalan bawah air oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), dan statusnya diakui pula oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut.