Mengulur Waktu, Menebus Dosa di Jalur Laut Utara

gugus terumbu karang sendulang
Perahu nelayan Tangkolak dan deretan paranje di Gugus Terumbu Karang Sendulang.
0 Komentar

Pasar globalnya sendiri bernilai sangat besar. Laporan lain yang dikutip Bruckner menyebutkan, pada akhir 1990-an perdagangan karang hidup untuk akuarium mencapai lebih dari 15 juta spesimen per tahun, dengan nilai ratusan juta dolar. Sekitar 90 persen pasokan dunia berasal dari Asia Tenggara, dan Indonesia menjadi pemasok utama.

Pengalaman Nanang ikut mengirim karang-karang Tangkolak yang diangkut ke Jakarta, bertaut langsung dengan pasar global yang menjadikan karang Indonesia sebagai komoditas utama. Dari patahan putih di pekarangan rumah nelayan, hingga karang-karang yang berjajar di akuarium Amerika, alur itu diam-diam menyambung. Cerita Nanang menjadi semacam gema kecil dari pusaran raksasa itu. Bagi nelayan, karang adalah batu laut yang bisa dijual cepat. Sementara bagi pasar global, ia adalah komoditas eksotis yang mempercantik akuarium.

Namun, di balik kesibukan dan keuntungan itu, Nanang mulai menyadari dampak yang perlahan terasa. “Kebanyakan orang enggak sadar,” ujarnya sambil menatap laut. “Kebanyakan mencari ikan di tepian, tapi tiap tahun mulai berkurang.”

Baca Juga:Doni Romdhoni Pimpin PRIMA DMI Jawa Barat 2025–2029, Usung Visi Generasi Qur’ani yang Kreatif & Berdaya SaingDPRD: RSUD Rengasdengklok Kado Spesial HUT Karawang Buat Masyarakat

Ia menyebutkan satu per satu, seakan mengingatkan pada keseimbangan yang hilang. Laut yang memberi kehidupan sekaligus penghidupan, perlahan menunjukkan tanda-tanda kelelahan. “Barramundi, ikan senangi, ikan barracuda, talang-talang, kue, ikan ekor kuning, badungan, kerapu, rajungan. Semua yang dulu mudah didapat kini mulai susah.”

Kesadaran itu, meski samar, sudah mulai tumbuh di benak para nelayan Tangkolak. Nanang menyebut satu per satu nama ikan yang dulu berlimpah, kini semakin jarang ditemui. Laut yang memberi kehidupan sekaligus penghidupan perlahan menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Tetapi nelayan tak pernah tahu harus berbuat apa. Mereka hanya bisa menyimpan kegelisahan itu dalam hati, sampai satu perjumpaan membuka jalan baru.

Pada 2016, seorang penyelam dari Dinas Perikanan Karawang bernama Ade Komarudin datang ke Tangkolak. Ia bukan nelayan, bukan pula pemburu harta karun. Ade turun ke laut dengan mata orang luar, terbiasa mendokumentasikan, bukan mencari nafkah. “Dulu itu ada gosong, semacam pulau kecil dari tumpukan karang mati yang timbul tenggelam. Saya kira hanya pasir, ternyata karang. Tapi sebagian besar sudah mati,” kenangnya, Kamis (11/9/2025).

0 Komentar