Mengulur Waktu, Menebus Dosa di Jalur Laut Utara

gugus terumbu karang sendulang
Perahu nelayan Tangkolak dan deretan paranje di Gugus Terumbu Karang Sendulang.
0 Komentar

Dengan kamera di tangan, Ade menyelam. Dari balik kekeruhan, muncul pemandangan yang membuatnya tertegun, karang masif menyerupai otak, sebagian hidup, sebagian rapuh. Sesekali ikan badut, ekor kuning, bahkan belut laut, menampakkan diri di celah-celah. Tangkolak, yang selama ini hanya dipandang nelayan sebagai ladang tangkap, dan perburuan karang ternyata masih menyimpan denyut ekosistem. Temuan itu ia bawa ke rekan-rekan komunitas penyelam, lalu ia tanyakan pada kolega peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

“Saya bilang ke warga, karang di sini jauh lebih berharga kalau tetap dibiarkan hidup. Bisa jadi rumah ikan, bahkan jadi wisata,” ujar Ade.

Setahun berselang, penglihatan Ade menemukan titik temu dalam kajian ilmiah. Rafdi Fadhli dan Tjiong Gok Pin dari Universitas Indonesia, lewat tulisan di Jurnal Geografi Lingkungan Tropik (2018), memetakan kondisi terumbu karang Karawang dengan citra satelit Sentinel 2A. Mereka menemukan 11 titik sebaran karang di perairan Karawang, Sebagian besar di perairan Tangkolak. Dari total area sekitar lima ribu hektare, sayangnya hanya sekitar 158 hektare yang benar-benar ditutupi terumbu.

Baca Juga:Doni Romdhoni Pimpin PRIMA DMI Jawa Barat 2025–2029, Usung Visi Generasi Qur’ani yang Kreatif & Berdaya SaingDPRD: RSUD Rengasdengklok Kado Spesial HUT Karawang Buat Masyarakat

Kondisi karang di seluruh titik sebaran pun tidak seragam. Tutupan karang hidup rata-rata hanya 25–35 persen, tergolong sedang hingga rendah. Sebagian besar berupa karang masif, jenis yang besar dan keras, bertahan di tengah arus lumpur dan sedimen. Sementara itu, karang bercabang seperti akropora dan karang api banyak yang patah, rapuh, atau terkubur pasir. Hanya di dekat Gosong Sendulang dan lepas Sedari, segelintir karang masih menunjukkan wajahnya yang relatif baik.

Data-data ini memberi jejak ilmiah pada apa yang sebelumnya hanya bisik-bisik nelayan dan catatan Ade. Tangkolak bukan hanya menyimpan karang, melainkan juga menyimpan luka eksploitasi yang besar.

Covid-19 melanda, membawa keheningan aneh di pesisir Tangkolak. Perahu-perahu lebih jarang berangkat, jalan kampung terasa lengang. Warung kopi yang biasanya ramai dangdut koplo dari pengeras suara portabel, mendadak sunyi. Nelayan menatap laut dengan cemas, bukan hanya takut penyakit, tapi juga takut lapar. Laut seperti mendapat kesempatan untuk bernapas.

0 Komentar