Sri Werdiningsih Retno Asmara & Rahab | Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Jenderal Soedirman
BAYANGKAN jika setiap tetes air yang kita minum memiliki nilai nyata dalam rupiah. Bukan sekadar untuk dijual, tetapi dihitung sebagai investasi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Di wilayah Puskesmas Setu I, Kabupaten Bekasi, masyarakat yang tinggal di perumahan sangat bergantung pada Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (Pamsimas) dan sumur satelit. Keduanya menjadi urat nadi penyediaan air, terutama karena layanan Perumda Tirta Bhagasasi masih terbatas di wilayah Setu hanya mampu melayani 39 sambungan rumah (SR). Sementara itu, kualitas air tanah dangkal di sekitar perumahan kurang memadai karena sebelumnya merupakan lahan persawahan. Pertanyaannya: sudahkah kita menakar nilai ekonominya?
Baca Juga:Rumah Janda Lansia di Cibarusah Segera Dibedah Pemkab BekasiProgram 'Nyaba Desa' Karang Taruna Efektif Serap Aspirasi
Data Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bekasi tahun 2024 mencatat 116.686 jiwa tinggal di wilayah Puskesmas Setu I. Sebagian besar masyarakat menggunakan sumur bor listrik, sementara sekitar 16 ribu jiwa bergantung pada Pamsimas dan sumur satelit. Namun, dari 35 penyelenggara air perpipaan, baru 43% yang melakukan pemeriksaan laboratorium kualitas air secara swadana. Padahal, sesuai Permenkes No. 736/Menkes/Per/VI/2010, penyelenggara air minum untuk tujuan komersial wajib melaksanakan pengawasan internal. Kendala dana dan minimnya pengetahuan membuat 57% penyelenggara belum melaksanakan kewajiban ini.
Pemeriksaan kualitas air sangat penting. Hasil laboratorium dapat memastikan air layak untuk dikonsumsi, sekaligus meningkatkan kepercayaan pelanggan bila hasilnya diseminasi dengan baik. Sayangnya, kemudahan membeli air kemasan atau isi ulang membuat banyak masyarakat lebih memilih cara instan daripada memanfaatkan jaringan air perpipaan.
Di sinilah valuasi lingkungan menjadi penting. Dengan menghitung nilai ekonomis air bersih, kita bisa melihat bahwa manfaatnya jauh melampaui biaya pelayanan. Ada tiga dimensi yang dapat ditakar:
* Manfaat langsung.
Misalnya, sebuah keluarga yang biasa mengeluarkan Rp150.000 per bulan untuk membeli air kemasan, dengan layanan air perpipaan cukup membayar Rp40.000–Rp50.000. Ada penghematan sekitar Rp100.000 per bulan. Jika 1.000 keluarga terlayani, nilai ekonominya bisa mencapai Rp1,2 miliar per tahun.
* Biaya yang dihindari.
Air bersih menekan risiko penyakit berbasis air. WHO mencatat, setiap 1 dolar AS investasi dalam air bersih dan sanitasi memberi manfaat ekonomi 4–5 kali lipat. Manfaat ini berupa berkurangnya biaya kesehatan, meningkatnya produktivitas kerja, serta kehadiran sekolah yang lebih baik bagi anak-anak.