Paradoks Indonesia, 60 Keluarga Menguasai 26.8 juta Hektare Lahan

Petani Karawang
Petani Karawang saat demo Hari Tani.
0 Komentar

Dua puluh dua, penyelewengan Hak Menguasai Negara dan hak pengelolaan (HPL). Konstitusi dan UUPA 1960 mengenal hak menguasai dari negara (HMN), ini adalah bentuk lain kewenangan pemerintah untuk mengatur, menyelenggarakan, mengurus peruntukan, penggunaan, penyediaan tanah.

Dengan kata lain HMN bukan berarti pemerintah adalah pemilik tanah. Namun faktanya kini HMN semakin diselewengkan seolah-olah negara adalah pemilik tanah, atau kini menjadi hak pengelolaan (HPL) yang didapat diberikan kepada Pemerintah, BUMN, Bank Tanah dan Perusahaan.

Penerapan HPL secara sepihak di banyak daerah telah meresahkan petani dan masyarakat adat. Tata cara pemerintah seperti ini ibarat kembali ke kolonialisme agraria ketika Belanda menerapkan azas domeinverklaring.

Baca Juga:Perkuat Komitmen di Dunia Vokasi, Honda Kembali Resmikan Pos AHASS TEFA di SMK Rosma Karawang7 Taman Keren di Karawang, Cocok untuk Liburan Asyik Keluarga dan Pacar ‎

Dua puluh tiga, industrialisasi pertanian-perdesaan jalan di tempat. Saat ini industrialisasi Indonesia masih berpusat pada hilirisasi mineral dan energi.

Namun, orientasi pembangunan tidak hanya diarahkan pada kawasan industri besar atau kota pelabuhan, melainkan juga mulai ditautkan dengan agenda reforma agraria.

Untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran Presiden Prabowo seharusnya mendorong industrialiasi pertanian-pedesaan melalui pengembangan kawasan pertanian desa, redistribusi tanah, pembangunan sarana dan teknologi pengolahan produk pertanian.

Dengan pendekatan ini, industrialisasi tidak hanya berfokus pada akumulasi modal skala besar, tetapi juga diarahkan untuk memperkuat kedaulatan pangan, memperluas lapangan kerja non-pertanian di desa, transformasi ekonomi pedesaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan sekaligus mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap investasi asing.

Dua puluh empat, pemborosan APBN/D untuk pejabat. Berdasarkan alokasi APBN terbaru uang rakyat yang dialokasikan untuk keperluan gaji, tunjangan, dan fasilitas aparatur negara, kebutuhan kantor, jasa konsultan, serta kebutuhan lainnya mencapai Rp 1.038 triliun.

Pemborosan APBN pada pos Belanja Pegawai serta Belanja Barang dan Jasa mencerminkan lemahnya disiplin fiskal dan buruknya prioritas pembangunan negara.

Alih-alih mendorong penguatan ekonomi rakyat miskin yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang, porsi anggaran yang besar justru terserap untuk gaji, tunjangan, perjalanan dinas, rapat-rapat, pengadaan barang konsumtif, hingga proyek seremonial yang sering kali tidak memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

Baca Juga:Pelayanan Kesehatan Investasi Paling Strategis di Dunia: CEO KFSHRC Menyerukan Kolaborasi Global di KTT JepangIronis, Jabar Terancam Darurat Sampah, Anak Buah KDM Mangkir dalam Rapat Komisi I DPRD

Pola pengaturan APBN semacam ini menimbulkan ketergantungan birokrasi pada pemborosan sebagai sumber rente.

0 Komentar