Paradoks Indonesia, 60 Keluarga Menguasai 26.8 juta Hektare Lahan

Petani Karawang
Petani Karawang saat demo Hari Tani.
0 Komentar

Jika swastanisasi PSN yang tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat ini dipertahankan, maka akan mengulang kejahatan swasta yang dilindungi pemerintah rezim Jokowi.

Dua belas, tanah dimonopoli oleh BUMN Kebun dan Hutan. Meski BUMN dikendalikan kepala negara secara langsung, masalah konflik agrarianya adalah yang tidak pernah dapat diselesaikan.

Saat ini dua BUMN yang memonopoli tanah paling luas adalah PTPN dan Perhutani. PTPN menguasai 1,18 juta hektar tanah sedangkan Perhutani mengklaim 2,4 juta juta hektar tanah rakyat sebagai kebun kayu miliknya di Jawa.

Baca Juga:Perkuat Komitmen di Dunia Vokasi, Honda Kembali Resmikan Pos AHASS TEFA di SMK Rosma Karawang7 Taman Keren di Karawang, Cocok untuk Liburan Asyik Keluarga dan Pacar ‎

Dari 318 LPRA yang berkonflik dengan PTPN dan Perhutani, selama 10 tahun Jokowi hingga satu tahun pertama Prabowo, tidak ada satu jengkal pun tanah yang dikembalikan kepada para Petani dan Masyarakat Adat.

Bahkan pada tahun 2024 BUMN telah berkonflik dengan petani di 46 lokasi seluas 14 ribu hektar. Mirisnya keduanya tidak mengakui konstitusionalitas petani dan masyarakat adat, sehingga selalu memaksakan petani untuk menyewa, menerima skema distribusi manfaat/hak pakai diatas HPL dan izin perhutanan sosial, hal ini sama dengan menempatkan rakyat sebagai orang asing, bukan sebagai pemilik hak atas tanah.

Tiga belas, maraknya korupsi agraria dan sumber daya alam. Menteri ATR/BPN pada tahun 2021 menyampaikan bahwa luas keseluruhan HGU untuk berbagai komoditas hanya 10 juta hektar.

Lantas bagaimana bisa pengusaha sawit menguasai tanah hingga 17 juta hektar. Artinya jutaan hektar kebun sawit pengusaha adalah ilegal yang diperoleh dengan cara-cara deforestasi dan korupsi yang melibatkan Kementerian Kehutanan, Pemerintah Daerah hingga Desa.

Akibat praktek korupsi sektor perkebunan ini dalam satu dekade ini terjadi 3.234 konflik agraria seluas 7,4 juta hektar. Jokowi melalui Menteri Kehutanan pada tahun 2022 mencabut 192 izin HPH seluas 3,1 juta hektar, satu tahun berselang atau pada 2023 kementerian yang sama mengampuni 3,3 juta hektar sawit ilegal, dengan alasan terlanjur beroperasi.

Hanya dengan membayar denda administratif pengusaha sawit dapat melegalkan bisnis gelapnya. Ini adalah bentuk kebijakan paling kotor yang pernah dilakukan pemerintah.

Mengingat jutaan hektar tanah tersebut dulunya berasal dari klaim sepihak kehutanan dan perampasan tanah-tanah rakyat, sudah seharusnya dikembalikan kepada pemiliknya.

0 Komentar