Bahkan TNI-POLRI ditarik ke dalam kebijakan di luar tugas pokoknya, sebagaimana terjadi dalam pengembangan food estate dan lokasi ketahanan pangan desa.
TNI-POLRI kini menjadi aktor yang mempercepat perampasan tanah dengan alasan menjalankan tugas negara untuk ketahanan pangan. Di desa-desa yang berkonflik dengan PTPN, tentara masuk dengan dalih MoU kerjasama ketahanan pangan dengan PTPN untuk mengusir petani.
Ketika jutaan hektar tanah dan hutan diubah menjadi kebun tebu dan sawit, pemerintah menyalahkan petani karena tidak berproduksi dengan baik.
Baca Juga:Perkuat Komitmen di Dunia Vokasi, Honda Kembali Resmikan Pos AHASS TEFA di SMK Rosma Karawang7 Taman Keren di Karawang, Cocok untuk Liburan Asyik Keluarga dan Pacar
Sehingga ini menjadi alasan berikutnya untuk membuka kuota impor pangan dengan alasan demi kecukupan pangan nasional. Impor pangan kini tidak dapat lagi dicegah masuk ke pasar-pasar tradisional.
Misalnya beras sebanyak 7,26 juta ton, sayuran 5,56 juta ton, buah-buahan 4,24 juta ton, gula 35,70 juta ton bahkan garam yang mencapai 16,18 juta ton (BPN dan Kemendag, 2023).
Liberalisasi impor pangan yang dikontrol mafia pangan ini telah melemahkan kedaulatan dan kemandirian pangan, juga menghancurkan pasar pangan lokal.
Delapan belas, ketiadaan jaminan hak atas tanah bagi perempuan, buruh dan pemuda. Perampasan tanah selalu melahirkan kemiskinan baru, akibat terusir dari tanahnya anak-anak petani terpaksa menjadi buruh di kota-kota bahkan tidak sedikit yang beradu nasib di luar negeri termasuk perempuan.
Catatan pemerintah pada tahun 2024, lebih dari 1,40 juta perempuan menjadi buruh di luar negeri tanpa perlindungan yang memadai. Reforma agraria harus memastikan adanya alokasi tanah untuk diberikan kepada perempuan, buruh bahkan pemuda, termasuk untuk keperluan pembangunan rumah yang layak.
Masalahnya saat ini 9 perusahaan properti memiliki cadangan tanah seluas 59 ribu hektar di seluruh Indonesia. Pemenuhan hak atas rumah yang layak akan sulit diwujudkan jika pemerintah tidak menghentikan monopoli tanah di perkotaan oleh pengusaha properti.
Sembilan belas, ancaman kebebasan berserikat dan berinovasi. Melalui Putusan MK 87/PUU-XI/2013, hak untuk berserikat petani telah dijamin secara hukum.
Baca Juga:Pelayanan Kesehatan Investasi Paling Strategis di Dunia: CEO KFSHRC Menyerukan Kolaborasi Global di KTT JepangIronis, Jabar Terancam Darurat Sampah, Anak Buah KDM Mangkir dalam Rapat Komisi I DPRD
Namun di lapangan, organisasi petani yang berbentuk selain Poktan/Gapoktan kerap didiskriminasi untuk memperoleh layanan dasar dan fasilitas pertaniannya, termasuk subsidi pupuk, benih dan teknologi pertanian.