Ingat, Krisis Pangan Tak Bisa Diatasi Melalui Food Estate atau MBG yang Hanya Mengulang Pola Gagal Masa Lalu

Food estate gagal.
Food estate gagal.
0 Komentar

“Masyarakat adat, perempuan, anak, petani kecil, dan kelompok marginal adalah pihak yang paling rentan, tetapi justru paling sering dikorbankan. Pembangunan pangan tidak boleh melanggengkan penggusuran, pencemaran, atau kriminalisasi. Negara berkewajiban menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas pangan bagi semua warga,” katanya.

Dalam sesi tanya jawab dengan jurnalis, muncul pertanyaan mengapa Indonesia tetap terjebak dalam dominasi beras meski sejak lama ada wacana diversifikasi pangan.

Menjawab hal ini, Prof. Andreas menjelaskan bahwa politik pangan sejak era Orde Baru sengaja diarahkan untuk menjadikan beras sebagai simbol stabilitas, sehingga pangan alternatif seperti sorgum, sagu, dan umbi-umbian tersingkir.

Baca Juga:12 Tempat Makan Padang di Perumnas Karawang yang Rasanya Enak Semua6 Rekomendasi Tempat Makan Ayam Paling Enak di Perumnas Karawang, Mana Favorit Kamu?

Dampaknya, pasar domestik semakin bergantung pada beras, sementara ketahanan pangan non-beras terus melemah.

Diskusi menghasilkan kesimpulan bahwa krisis pangan tidak bisa diatasi melalui food estate atau MBG yang hanya mengulang pola gagal masa lalu.

Satu-satunya solusi adalah reforma agraria yang nyata, perlindungan menyeluruh terhadap petani kecil, masyarakat adat, perempuan, anak, kelompok marginal, serta keterlibatan publik luas dalam kebijakan pangan.

Seruan “tanah untuk rakyat, bukan food estate” yang mengemuka menjadi penegasan bahwa kedaulatan pangan hanya dapat terwujud apabila negara benar-benar berpihak pada rakyat, bukan pada proyek skala besar yang menguntungkan segelintir pihak.***

0 Komentar