KBEonline.id – Karawang sering dijuluki sebagai lumbung padi nasional, tapi jauh sebelum dikenal sebagai penyangga pangan, tanah ini sudah menjadi pusat peradaban tua.
Dari candi kuno di tengah sawah, arca dewa Hindu, hingga jejak perjuangan kemerdekaan, Karawang menyimpan lapisan sejarah yang bisa terus dijelajahi lintas generasi.
Kalau kamu ingin merasakan “jiwa” Karawang sebagai tanah tua peradaban, berikut 5 cara yang bisa dicoba:
Baca Juga:Bale Indung Rahayu, Destinasi Edukasi Budaya Sunda Cuma Ada di PurwakartaBupati Purwakarta Minta MBG Sehat & Higenis, Perkuat SDM untuk Menopang Program Presiden
Menyusuri Kompleks Candi Batujaya
Berdiri di tengah hamparan sawah, Candi Batujaya adalah situs Buddha kuno yang diperkirakan berasal dari abad ke-5 hingga 7 Masehi. Bata merah yang masih tersusun di beberapa candi menjadi saksi bisu betapa Karawang pernah jadi pusat penyebaran agama Buddha di Jawa Barat. Tipsnya: datang pagi hari supaya tidak terlalu panas, dan sempatkan mampir ke museum kecil di sekitar lokasi.
Melihat Jejak Hindu di Cibuaya
Tak jauh dari Batujaya, kamu bisa menemukan peninggalan lain: arca Wisnu dari Cibuaya. Temuan ini membuktikan bahwa Karawang pernah menjadi titik penting bagi peradaban Hindu. Walau bentuk situsnya tidak sebesar Batujaya, nilai sejarahnya sangat tinggi bagi pecinta arkeologi.
Menyapa Sawah Karawang, Lumbung Padi Nusantara
Sejak berabad-abad lalu, Karawang dikenal sebagai daerah pertanian subur. Julukan “lumbung padi” bukan hanya slogan, tapi realita yang menopang pangan nasional. Menyusuri pematang sawah, melihat petani panen, atau sekadar duduk sore sambil memandang hamparan padi bisa membuat kita paham: tanah Karawang sudah menghidupi bangsa sejak lama.
Mengikuti Jejak Tradisi dan Budaya Lokal
Karawang bukan hanya soal candi dan sawah, tapi juga kearifan lokal. Kesenian Jaipongan lahir dari sini, begitu pula tradisi Sedekah Bumi yang masih dilestarikan masyarakat desa. Kalau kamu beruntung, datanglah saat ada hajatan budaya—suasana Karawang akan terasa hidup dengan musik, tari, dan doa-doa penuh makna.
Menutup Perjalanan di Jejak Perjuangan
Karawang juga menyimpan cerita kelam tapi heroik dari masa perjuangan. Monumen Rawagede berdiri sebagai pengingat tragedi 1947, ketika ratusan warga dibantai tentara Belanda. Selain itu, puisi legendaris Chairil Anwar “Karawang-Bekasi” lahir dari semangat perlawanan di tanah ini. Mengunjungi monumen dan museum perjuangan akan menambah dimensi baru: Karawang bukan hanya tanah tua, tapi juga tanah para pahlawan.