KBEOnline.id – Industri anime Jepang lagi-lagi kena badai. Bayangin, menurut laporan terbaru dari Teikoku Databank, ada delapan studio anime yang resmi gulung tikar antara Januari sampai September 2025. Dua di antaranya ambruk gara-gara utang di atas 10 juta yen—gila, berat banget—dan enam sisanya menyerah sendiri karena udah nggak sanggup lanjut produksi. Angka segini udah hampir nyalip rekor buruk tahun 2018, waktu 16 studio sekaligus tutup.
Yang kena bukan cuma studio kecil langganan outsourcing, lho. Studio besar yang biasanya jadi prime contractor juga banyak yang tumbang. Salah satunya EKACHI EPILKA, yang bikin Maou-sama Retry!—resmi kolaps Juli lalu. Jadi, ini bukan sekadar masalah pemain kecil.
Industri Anime: Sibuk, Tapi Kantong Kering
Padahal permintaan anime makin gila karena streaming dan pasar luar negeri makin luas. Tapi kenyataannya, banyak studio kerja kayak budak, tapi untungnya tipis banget. Biaya produksi naik terus, tenaga kerja susah, nilai yen makin nggak ada harganya—jadinya beban makin berat. Hasil akhirnya? Studio kerja rodi sepanjang tahun, tapi untungnya? Jauh dari kata ideal.
Baca Juga:Arc Shibuya dan Culling Game Digabung? Inilah Detail Gila dari Jujutsu Kaisen: Execution!Game Viral Needy Streamer Overload Bakal Diangkat Jadi Anime!
Survei Teikoku Databank bahkan bilang sekitar 60 persen perusahaan utama di anime malah performanya jeblok di tahun fiskal 2024. Banyak studio nggak punya IP sendiri, jadi nggak dapat duit jangka panjang dari merchandise, streaming, atau lisensi luar negeri. Bayarannya cuma dari proyek, walau mereka bikin anime terkenal sekalipun. Nyesek nggak, sih?
Imbasnya, studio jadi gampang banget goyang. Kena delay produksi dikit, biaya bengkak, atau terlalu tergantung sama kontraktor luar, langsung kelimpungan.
Dampak Nyata: Jadwal Rilis Anime Berantakan Parah
Krisis duit dan minim tenaga kerja kreatif udah kelihatan banget di jadwal rilis anime 2025–2026. Beberapa proyek gede kayak Witch Hat Atelier sama Go for It, Nakamura! harus mundur ke 2026. Udah jelas beban kerja studio kelewat berat, sumber daya juga seret buat jaga kualitas produksi.
Semua ini makin bikin publik sadar: di balik anime yang lucu-lucu itu ada dunia kerja yang makin sumpek. Banyak animator kerja di sistem yang nggak stabil, sementara deadline dari komite produksi bikin mereka nyaris burnout tiap hari.
