KBEonline.id— Ratusan warga Poponcol, Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat, menyambangi Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Karawang untuk menuntut keadilan atas lahan yang masuk ke dalam site plan atau plotting milik pengembang perumahan PT AM. Warga mengaku tidak pernah melakukan penjualan lahan, namun tanah mereka masuk ke dalam rencana pembangunan perusahaan.
Ketua Karang Taruna Kecamatan Karawang Barat, Eigen Justisi, menjelaskan bahwa persoalan ini muncul akibat adanya dugaan tumpang tindih lahan antara data milik warga dan pihak pengembang.
“Karena ada tumpang tindihnya. Perusahaan beralasan memegang SHGB, sementara warga berpegang pada girik dan sertifikat. Jadi di situ ada overlap,” ujarnya pada Kamis (11/12/2025).
Baca Juga:Korupsi Tunjangan Perumahan DPRD Kabupaten Bekasi Merembet Kemana-mana, Kejati Dalami Peran Pihak LainGaya Hidup Sehat dan Modern di The Luxe Cup Padel Bareng Siloam Heart Hospital
Eigen menambahkan, setelah dilakukan audiensi, BPN Karawang menyatakan kesediaannya untuk menindaklanjuti persoalan tersebut. Dalam waktu satu bulan, BPN berkomitmen mengelola dan memproses peningkatan status sertifikat warga yang berasal dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) menjadi Surat Alas Milik (SAM). Ia menyebut ada dua kemungkinan proses hukum yang dapat terjadi, yakni gugatan dari pihak warga atau dari perusahaan.
Menurut Eigen, total warga yang terdampak dalam persoalan ini mencapai 39 kepala keluarga. Namun, apabila dihitung secara keseluruhan di wilayah Poponcol, jumlah masyarakat yang berpotensi dirugikan dapat mencapai ratusan orang. Kondisi ini menambah urgensi penyelesaian sengketa oleh pihak berwenang.
Kepala Kantor BPN Karawang, Uunk Din Parunggi, mengatakan bahwa pihaknya akan segera memverifikasi seluruh dokumen yang disampaikan masyarakat.
“Nanti masyarakat melengkapi berkas, kemudian akan kita verifikasi. Setelah validasi clear, dalam waktu secepatnya sertifikat akan kita keluarkan,” ujarnya usai menerima perwakilan warga.
Ia menuturkan bahwa dari hasil pengamatan sementara, terdapat dua kendala utama dalam kasus ini. Pertama, berkas dari masyarakat belum sepenuhnya lengkap. Kedua, adanya indikasi overlap atau tumpang tindih lahan antara girik warga dan SHGB milik pengembang. Proses validasi menjadi langkah penting sebelum pengambilan keputusan.
Menjawab pertanyaan mengenai alasan terbitnya SHGB pada lahan yang diduga tumpang tindih, Uunk menjelaskan bahwa sejumlah dokumen telah terbit sejak awal tahun 2000-an. Seiring waktu, terjadi proses plotting ulang yang akan kembali dicek oleh BPN.
