Ihsanudin Desak Pemerintah Berikan Hak-hak Petani Plasma Cilebar

Ihsanudin Desak Pemerintah Berikan Hak-hak Petani Plasma Cilebar
Ihsanudin
0 Komentar

 

KARAWANG– Jika merujuk pada Kepres No 18 tahun 1984, mestinya hubungan antara inti dan plasma adalah hubungan kemitraan yang adil dan saling menguntungkan seperti tercantum dalam.  Namun nasib petani plasma di Indonesia selalu dirugikan oleh pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan pengusaha dan penguasa.

Itulah yang riil terjadi dan menimpa para peetani plasma di Desa Pusakajaya Utara, Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Sejak lama mereka meminta pemerintah merealisasikan konversi lahan bekas proyek Inti Rakyat (TIR). Namun sampai sekarang belum juga terealisasi.

Sejak proyek dibangun
1984 hingga pertengahan tahun 2020 ini petani plasma tidak mendapatkan haknya
dari pemerintah berupa konversi lahan tambah dan perumahan petani.

Baca Juga:Cellica Puji Kompaknya Kepala Daerah di Jabar Perangi CovidIkut Tekan Penularan Covid-19, Ini yang Dilakukan PUSPA Karawang…

Plasma merupakan
suatu gagasan untuk pengembangan ekonomi masyarakat melalui usaha kemitraan
antara petani tambak dengan perusahaan penyandang dana.

Di Karawang, hubungan
kemitraan ini terjalin sejak 1984-2000. Selain meningkatkan perekonomian rakyat
melalui usaha yang berbasis sumber daya alam dalam hal ini perikanan, pola TIR
juga berperan untuk menyerap lapangan kerja, menghasilkan devisa negara dari
ekspor non migas dan pemerataan pembangunan.

“Harusnya hubungan
antara inti dan plasma adalah hubungan kemitraan yang adil dan saling
menguntungkan seperti tercantum dalam Kepres No 18 tahun 1984,” ungkap anggota
DPRD Provinsi Jawa Barat, Ihsanudin, kepada  https://kbeonline.id/, Selasa, (21/7) siang.

Awalnya, lanjut
Ihsanudin, petani dijanjikan mendapat hak konversi lahan dengan cara kredit.
Kenyataannya petani plasma tidak mendapatkan hak konversi lahan. Sejak TIR
operasional tahun 1986, pola TIR tidak dijalankan secara proporsional dan
tertib aturan.

“Kehidupan petani
plasma semakin terpuruk dengan dilanggarnya berbagai aturan .Diantaranya,
mengenai bonus produksi, tingkat penghasilan yang rendah serta hak konversi
lahan yang tidak jelas, sehingga tekanan kebutuhan hidup semakin berat dengan
meningkatnya harga kebutuhan pokok,” ucapnya.

Ihsanudin
menambahkan, berbagai usaha telah dilakukan, namun bukan kepastian yang petani
plasma dapatkan, malah berbagai tekanan dan intimidasi tanpa ada kepastian
kapan konversi bisa dilakukan, bahkan sampai ada warga yang dipenjara karena
dianggap merusak aset negara.

“Proyek TIR dibangun
di atas lahan seluas 350 Ha. Di atasnya dibangun tambak plasma seluas 200 Ha

0 Komentar