Menjaga Mimpi Indonesia Emas

Lili
Lili Gozali
0 Komentar

Oleh: Lili Ghazali (Direktur Ghazali Center)

TIBA-TIBA ingatan kembali pada masa silam, Socrates 469 SM- 399 SM berargumentasi; Ilmu harus terintegrasi dalam perilaku kehidupan.

Orang yang mengetahui kebaikan akan berbuat baik. Wawasan tentang kebenaran akan menuntun pada tindakan benar. Antitesa dari Socrates adalah munculnya kaum sofis.

Di republik kita akhir akhir ini, demo besar besaran menjelang Pilkada serentak terjadi di berbagai kota.

Baca Juga:Tunggu Instruksi DPP, LSM GMBI siap Dukung Calon Bupati Utamakan Kepentingan Rakyat Inaugurasi Tasyakuran Poskamling Warga Imanan Residence Diapresiasi Kepala Desa

Pagar senayan roboh, semprotan gas airmata dan drama penangkapan setelahnya. Masyarakat Indonesia yang bersifat power centered tiba-tiba kehilangan takdzimnya pada kepala negara.

Replika Joko Widodo digantung kemudian diinjak-injak. Istilah Mulyono, raja jawa menjadi nyinyiran trending dijagat maya. Bahkan sampai menyinggung bau ketek anak menantunya.

Akal-akalan aturan Negara, sistem peradilan dan perundang undangan memang memuakan. Jika hukum tak lagi tegak, peraturan tak lagi bertaji lalu kita berharap pada apa, bukankah tuhan pun menciptakan kemahaadilannya dengan hukumnya.

Dalam kontek itu kemarahan massa rakyat dan mahasiswa itu menjadi maklum. Nyinyiran sadis itu juga bisa dimengerti.

Nun jauh dilumbung padinya Jawa Barat, Socrates mungkin akan termenung diam seribu bahasa. Dalam sebuah rapat komite sekolah, ibu muda bertank top terlihat gusar menyampaikan keluhannya mengenai iuran kas kelas, disusul suara berat bapak paruh baya yang mengeluh soal anaknya yang tidak mendapatkan kartu ujian karena belum membayar sumbangan biaya pendidikan.

Dengan lantang perempuan berhijab merujuk Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Mentri Pendidikan tentang Komite Sekolah mengenai definisi sumbangan yang harusnya tidak ditentukan jumlah maupun periode pembayarannya. Suara lantang itu disambut tepuk tangan yang meriah dari seisi ruangan rapat.

Ironisnya dengan senyum cenderung sinis, kepala sekolah menjawab; “ Kalau tidak mau menyumbang ya tidak apa-apa, tadi yang tepuk tangan dan kasak-kusuk kalau tidak peduli ya silahkan”.

Baca Juga:KDM: Jalan Rusak di Daerah yang Tak Mampu Diperbaiki Pemkab/ Pemkot Kita Ambil AlihDua Pekan Berlalu, Para Pelaku Penyerangan Kiai NU dan Banser Masih Bebas, GP Ansor Pertanyakan Kinerja Polres

Kemudian seperti opera sabun yang tidak lucu sama sekali, panggung rapat dipimpin ketua komite, seraya mengeluarkan kesimpulan yang memukul nurani: “ Semua pembicaraan yang panjang ini, muaranya adalah masalah UUD; Ujung Ujungnya Duit.

0 Komentar