Proyek BBWS Dituding Jadi Biangkeladi

Proyek BBWS Dituding Jadi Biangkeladi
0 Komentar

#JagaCitarum

KARAWANG– Ikan-ikan mati. Bau tak sedap tercium. Warna hitam pekat jadi pemandangan menjengkelkan mata. Harus jadi momentum semua pihak ikut terlibat mengawasi dan menjaga sungai sepanjang 300 km yang oleh World Bank dicap sebagai sungai terkotor di dunia. DLHK Karawang bersama Satgas Citarum Harum menyebut perubahan warna air Sungai Citarum yang jadi hitam pekat dan bearoma bau busuk bukan gegara limbah perusahaan. Proyek pengerukkan bendung Citarum yang diprakarsasi BBWS dituding jadi biangkeladinya. Kesimpulan awal itu diungkapkan setelah Kepala DLHK Karawang Wawan Setiawan, Dansektor 19 Citarum Harum bersama Dandim 0604 Karawang, sore keemarin (3/8) datang ke bantaran Sungai Citarum mengecek langsung kondisi sungai yang membelah Karawang itu. “Sungai citarum menghitung disebabkan ada pengerukan dasar bendungan walahar yang mengakibatkan air di bawah titik nol,” kata Wawan, kemarin (3/8). Wawan memastikan, setelah mengecek sejumlah pembungan limbah perusahaan, masih sesuat batas air baku. Sehingga, dugaan awal pencemaran sungai yang untuk kesikan kalinya terjadi itu, kali ini, sesuai pernyataan Wawan bukan disebabkan limbah pabrik. “Besok (hari ini,red) pagi kami akan meninjau ke lokasi pengerukan,” kata dia. Sekretaris Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai Citarum (ForkadasC+) Yuda Febrian mengatakan kondisi debit Sungai Citarum harus menjadi catatan. Apakah daya dukung dan tampung Sungai Citarum dengan debit rendah dapat menampung air limbah dari perusahaan yang jumlahnya mencapai puluhan ribu kubik setiap harinya.

“Jadi ada catatan atau perlu aturan yang mengatur daya tampung debit Citarum . Saya pikir sudah saatnya Citarum untuk tidak dijadikan lagi drainase pembuangan limbah,” ungkapnya.
Selain itu, Yuda juga menganggap ketika debit Sungai Citarum nol, seharusnya tidak menimbulkan kematian kepada ikan-ikan. “Karena sebelum mengeluarkan limbah, perusahaan biasanya melakukan pengujian terhadap ikan atau uji biologi,” ujarnya.
Dengan begitu, kata dia, harus ada pengawasan yang ketat. Misalnya dari ketegasan penegakan hukum. Tak hanya dilakukan dengan sanksi administrasi atau pembekuan. Melainkan dengan pidana koporasi atau pidana perseorangan yang bertanggungjawab melakukan pengolahan limbah.
“Jika pun mati karena lumpur sisa limbah yang mengendap, dengan begitu menjadi bukti ada perusahaan yang tetap membandel untuk membuang limbah tampa melakukan pengolahan,”

0 Komentar