Yuk Kenali Hustle Culture! Budaya Kerja Berlebihan yang Bisa Membahayakan

Yuk Kenali Hustle Culture! Budaya Kerja Berlebihan yang Bisa Membahayakan (Pixabay/lukasbieri)
Yuk Kenali Hustle Culture! Budaya Kerja Berlebihan yang Bisa Membahayakan (Pixabay/lukasbieri)
0 Komentar

Dalam dunia yang terus berubah, bisnis, pekerjaan, dan bahkan kehidupan pribadi sering kali terjebak dalam pusaran kesibukan yang tak ada habisnya. Budaya ini kini kita kenal sebagai “hustle culture“. Budaya ini merupakan perwujudan kerja keras tanpa henti sebagai kunci utama menuju sukses. Untuk lebih jelasnya, yuk kenali hustle culture!

Ada yang menyambut budaya dengan tangan terbuka sebagai hal yang positif. Sementara yang lain melawan dengan keras karena efek buruknya yang dapat terjadi dalam jangka panjang.

Untuk membantu bersiap-siap, berikut informasi mengenai budaya ini untuk membantu kamu kenali hustle culture. Mulai dari dampak negatif yang mungkin timbul, hingga strategi untuk menghindarinya.

Baca Juga:Newborn Mom Ketahui Ini, Tahap Perkembangan Bicara pada BayiResep MPASI Bayi Usia 6 Bulan, Bubur Susu Mangga yang Manis dan Bergizi

Hustle culture, menurut ahli psikologi, adalah budaya yang mendorong seseorang menjadi workaholic atau kecanduan kerj. Wayne Oates yang pertama kali mengenalkan istilah “workaholism“. Ia mengenalkan dalam bukunya yang berjudul “Confessions of a Workaholic: the Facts About Work Addiction” pada tahun 1971.

Saat ini, tren hustle culture memiliki arti sebagai keadaan di mana seseorang bekerja sangat keras, mendorong diri mereka sendiri melewati batas kemampuan, dan pada akhirnya menjadikannya sebagai gaya hidup. Dengan kata lain, tidak ada hari tanpa bekerja, sehingga waktu untuk kehidupan pribadi sangat terbatas.

Budaya workaholic telah menjadi patokan bagi sebagian orang dalam mengukur produktivitas dan kinerja.

Dalam dunia yang penuh persaingan ini, produktivitas dianggap sangat penting dan budaya workaholic sering dihargai. Masyarakat seringkali mengukur kesuksesan seseorang berdasarkan jabatan dan stabilitas finansialnya.

Hal ini semakin parah karena tren memamerkan kesibukan di media sosial yang memengaruhi banyak generasi muda. Robinson dalam sebuah studi menemukan bahwa sekitar 45 persen pengguna media sosial sering memposting tentang seberapa sibuknya mereka. Postingan ini seperti lembur, menghadapi banyak deadline, dan pencapaian target. Hal ini semata-mata untuk menunjukkan bahwa mereka adalah pekerja keras dan memiliki dedikasi tinggi.

0 Komentar