KBEonline.id — Dugaan kasus kekerasan seksual terhadap seorang mahasiswi berinisial N (19) di Kecamatan Majalaya, Karawang, menuai sorotan tajam.
Peristiwa yang terjadi pada 9 April 2025 tersebut melibatkan pelaku yang diketahui merupakan guru ngaji sekaligus kerabat dekat korban.
Menurut keterangan kuasa hukum korban, Gary Gagarin, peristiwa bermula saat korban tengah berada di rumah neneknya di Ciranggon.
Baca Juga:Oh! some Baru Buka di Mall KCP, Tempat Belanja dan Nongkrong yang Bikin Penasaran!Yuk Kenalan Sama Oh! Some, Toko Hits yang Bikin Kamu Betah Belanja di Karawang!
Saat itu, kondisi rumah dalam keadaan sepi, diduga dimanfaatkan pelaku untuk melancarkan aksinya.
Pelaku mengajak korban masuk ke kamar dengan cara bersalaman terlebih dahulu.
“Korban secara tidak sadar mengikuti ajakan pelaku. Namun, aksi tersebut digagalkan oleh nenek korban yang memergoki dan langsung memanggil warga,” ungkap Gary pada Selasa (24/6/2025).
Warga bersama orang tua korban kemudian mengamankan pelaku dan membawanya ke Polsek Majalaya.
Namun, penanganan yang dilakukan oleh aparat Polsek dinilai tidak profesional. Alih-alih mengarahkan kasus ke Unit PPA Polres Karawang, pihak Polsek justru mengambil langkah mediasi.
“Penyelesaian dilakukan dengan pendekatan adat bersama tokoh masyarakat. Ini jelas tidak tepat dalam menangani kasus kekerasan seksual,” tegas Garry.
Lebih lanjut, Gary menjelaskan bahwa dalam proses mediasi tersebut, keluarga korban mendapat tekanan untuk menikahkan korban dengan pelaku.
Baca Juga:Mantep Bener Gubernur Luthfi, Tarik Investor China, Kabupaten/Kota di Jateng Siapkan Konsep Sister CityAda Sungai di Dasar Laut? Fakta Unik yang Bikin Kamu Takjub!
Alasan yang digunakan adalah demi menjaga nama baik desa. Padahal, menurutnya, pendekatan seperti ini tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga dapat memperparah trauma korban.
“Tidak ada arahan hukum atau rujukan ke lembaga perlindungan yang seharusnya menjadi bagian dari prosedur,” katanya.
Ironisnya, dari hasil mediasi itu dibuatlah surat perjanjian damai yang menyatakan bahwa kedua belah pihak tidak akan saling menuntut.
Surat itu kemudian dijadikan alasan oleh pihak kepolisian untuk tidak melanjutkan proses hukum.
“Padahal, sebagaimana kita ketahui bersama, perdamaian dalam kasus pidana seperti ini tidak bisa menghapuskan unsur pidana,” jelas Garry.
Tak berhenti di situ, keluarga korban juga mendapatkan intimidasi pasca kejadian. Rumah mereka sempat dilempari batu, dan korban mengalami tekanan psikis berat.
Mahasiswi yang berkuliah di salah satu universitas swasta di Karawang itu sempat melapor ke Satgas TPKS kampus. Namun, laporan tersebut tidak ditindaklanjuti.