GANTI RUGI MURAH, WARGA PANGLAKAN BLOKADE JALAN BADAMI-LOJI

GANTI RUGI MURAH, WARGA PANGLAKAN BLOKADE JALAN BADAMI-LOJI
Sejumlah warga Kampung Citaman, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang terancam bakal tergusur oleh proyekTol Jakarta-Cikampek II.
0 Komentar

Menanti Pemkab Pasang BadanTAK MAU JADI KORBAN PROYEK TOL JAPEK II

KARAWANG – Sejumlah warga Kampung Citaman, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang terancam bakal tergusur oleh proyekTol Jakarta-Cikampek II. Namun, sejauh ini mereka menolak pindah lantaran harga ganti rugi pembebasan lahan yang diajukan pemerintah jauh di bawah harga pasar. Aksi protes mulai dijalankan oleh warga. Dua hari lalu, puluhan warga memblokade akses jalan Badamai-Loji. Akibatnya, kemaceta tak terhindarkan. Jalanan tersendat sampai sejauh 2 kilometer. Penutupan akses jalan ini diniatkan agar tuntutan meereka didengar, yakni ganti rugi pembebasan lahan untuk proyek tol Japek II bisa sesuai harga dan NJOP pasar. “Kami menuntut keadilan. Karena bangunan dan rumah kami hanya dihargai murah,” ungkap salah satu warga Ida Nurlaela (43) saat berunjukrasa menutup jalan, Sabtu (2/1/2021). Setiap 10 menit sekali, dengan membentangkan spanduk puluhan ibu-ibu menutup akses jalan. Kemudian para kaum bapak, berorasi dan sebagian mencoretkan kata keadilan di badan jalan dengan menggunakan cat semprot.

Ketua Paguyuban Masyarakat Citaman Bersatu Didin M Muchtar mengatakan, sedikitnya ada 65 kepala keluarga Kampung Citaman yang harus tergusur karena proyek Tol Jakarta-Cikampe II. Mereka menempati lahan seluas 45 hektar dengan 80 bidang tanah.

“80 persen sudah ada bangunan dan sebagian merupakan lahan kosong,” kata Didin.

Baca Juga:Tatap Muka Belum PastiPopda Jabar Kembali Batal Digelar

Sementara itu dalam pembebasan lahan, Didin mengatakan, para warga hanya ditawari ganti rugi yang sangat murah yakni dari Rp100 ribu hingga Rp350 ribu permeternya. Padahal harga pasaran tanah di wilayah yang dilintasi jalan provinsi untuk akses wisata Karawang,Bogor dan Cianjur tersebut memiliki nilai harga Rp1 juta hingga Rp2,5 juta permeternya.

“Kita tidak tanda tangani tawaran dari pemerintah. Padahal ini merupakan rumah kita dan kami tidak ingin harganya disamakan dengan lahan kosong apalagi hutan,” pungkas Didin. (rie/mhs) 

0 Komentar