Hasilnya, ORI membuat kesimpulan awal bahwa memang ada kekeliruan yang dilakukan oleh Panitia Seleksi Daerah (Panselda) Solok Selatan dalam membuat keputusan pembatalan CPNS Saudari drg RSI. Kekeliruan tersebut dibuktikan dengan tidak adanya dasar yang kuat dan jelas dari panselda dalam menetapkan drg RSI sebagai peserta CPNS yang tidak memenuhi persyaratan jasmani dan rohani. Juli lalu tim ombudsman kembali menegaskan kepada Pemkab Solok Selatan tentang kekeliruan tersebut. Namun, pemkab melalui Sekda dan Kabag Hukum tetap berpegang teguh pada keputusan yang telah dibuat. Sebab, pembatalan dan penerimaan CPNS 2018 di Solok Selatan merupakan kewenangan pemkab.
Perekrutan tersebut sarat unsur diskriminatif karena bermuatan pembedaan, pengecualian pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak penyandang disabilitas. Itu jelas bertentangan dengan pasal 1 angka 3 UU Nomor 8 Tahun 2016. Dalam menyusun standard operating procedure (SOP) penerimaan CPNS, pemkab seharusnya menyesuaikan kebutuhan para penyandang disabilitas. Bahkan, secara afirmatif dibuatkan pola khusus untuk memastikan tercapainya persamaan hak atas pekerjaan yang layak. Pasal 11 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas memberikan jaminan bagi difabel untuk memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemda, atau pihak swasta tanpa diskriminasi; memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan penyandang disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama; memperoleh akomodasi yang layak dalam pekerjaan; tidak diberhentikan karena alasan disabilitas; mendapatkan program kembali bekerja; mendapatkan penempatan kerja yang adil, proporsional, dan bermartabat; memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karir; serta segala hak normatif yang melekat di dalamnya.
Kementerian PAN-RB dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) punya peran penting untuk segera menyelesaikan ketidakmampuan daerah menuntaskan kasus sensitif tersebut. Caranya, memastikan pejabat daerah memenuhi kewajiban agar tidak menambah panjang daftar buruknya layanan publik pada sektor lain bagi difabel.
Baca Juga:Melihat Ritual Sedekah Bumi di CilamayaCellica Minta Jamaah Haji Doakan Karawang
Pasal 6 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengatur, kebijakan pemerintah pusat menjadi dasar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, termasuk pemda. Karena itulah, pemerintah pusat (pasal 7) wajib melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah.