KABUPATEN BEKASI, KBEonline.id – Nama Syafri Doni Sirait (SDS) belakangan ini menjadi sorotan setelah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencemaran lingkungan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, Kabupaten Bekasi. Namun, sebelum tersandung kasus ini, SDS dikenal sebagai birokrat senior dengan pengalaman panjang di pemerintahan.
Karier Panjang di Birokrasi
Lahir dan besar dalam lingkungan pemerintahan, Syafri Doni Sirait meniti karier sebagai aparatur sipil negara (ASN) sejak akhir 1990-an. Ia mengawali tugasnya di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, sebelum akhirnya pindah dan berkarier di Kabupaten Bekasi.
Jejak pendidikannya dimulai dari Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), tempat ia menyelesaikan pendidikan D4 Ilmu Pemerintahan pada 1997.
Baca Juga:Jadi Tersangka Kasus TPA Burangkeng, Segini Harta Kekayaan Kadis LH Kabupaten BekasiApakah Junk Food dan Fast Food sama? Ini dia Penjelasannya
Ia kemudian melanjutkan studi ke Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan meraih gelar Magister Administrasi Pemerintahan Daerah pada 2009. Tak berhenti di situ, ia juga menempuh pendidikan S1 Ilmu Hukum di Universitas Krisnadwipayana (UNKRIS) dan lulus pada 2017.
Dalam perjalanan kariernya, SDS banyak dipercaya menduduki posisi strategis. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Bidang di berbagai sektor, mulai dari Tata Lingkungan, Pariwisata, hingga Industri.
Pada 2019, ia ditunjuk sebagai Kepala Bagian Hukum Kabupaten Bekasi, sebelum kemudian menjadi Sekretaris Dinas Perindustrian (2021-2023).
Puncak kariernya adalah saat dipercaya sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi pada 2023.
Dari Pemimpin Lingkungan ke Tersangka Pencemaran
Sebagai Kepala DLH, SDS memiliki tanggung jawab besar dalam pengelolaan lingkungan di Kabupaten Bekasi. Salah satu fokus utama instansinya adalah pengelolaan TPA Burangkeng, tempat pembuangan sampah terbesar di wilayah tersebut.
Namun, KLH menemukan berbagai pelanggaran serius di TPA ini. Sistem pengelolaan sampah masih menggunakan open dumping, metode yang sudah dilarang karena merusak lingkungan.
Lebih dari itu, air lindi dari sampah yang mengandung limbah berbahaya dibuang langsung ke Kali Kembang, tanpa proses pengolahan yang memadai.
Baca Juga:Pecinta Junk Food sini merapat! Kamu harus tahu Dampaknya jika Sering MemakannyaDisdukcapil Karawang Resmikan Gerai KTP-el di Mall Cikampek
Ketinggian timbunan sampah yang sudah mencapai 30-32 meter juga dinilai melanggar batas aman, menyebabkan Instalasi Pengolahan Air Lindi (IPAL) yang ada tertimbun dan tidak lagi berfungsi.