KBEonline.id – Di balik gelak tawa dan jumlah “likes” yang membanjiri, tren konten bertema kesenjangan sosial di TikTok dan Instagram menyimpan dinamika sosial yang lebih dalam dari sekadar hiburan.
Konten semacam ini sedang menjadi viral, khususnya di kalangan Gen Z dan milenial muda, yang menjadi mayoritas pengguna kedua platform tersebut.
Tren ini muncul dari serangkaian video pendek yang menampilkan perbandingan mencolok antara gaya hidup “sultan” dan “biasa saja”. Di satu sisi, tampak pengguna dengan outfit branded dan makan malam di restoran mewah, sementara di sisi lain, pengguna lain tampil dengan gaya sederhana, makan di warteg atau hanya membawa bekal.
Baca Juga:Anak Muda Karawang dalam Bahaya: Ini FaktanyaSiap-siap Bawa Jas Hujan, Prediksi Cuaca Kabupaten Karawang 23 April 2025
Teks-teks naratif yang biasa muncul dalam tren ini seperti “Anak gedongan vs anak kos”, “Orang kaya mah bebas”, hingga “Hidup di dua dunia yang berbeda”.
Formatnya sering kali menggunakan musik dramatis atau humor sarkastik, yang dimaksudkan untuk menghibur. Namun di balik itu, konten ini semakin menegaskan kesenjangan ekonomi yang nyata di masyarakat, dan sering kali memperkuat stereotip serta memperdalam perasaan tidak aman sosial bagi banyak penontonnya.
Menurut survei terbaru dari Indonesia Indicator (I2), TikTok telah menjadi media sosial dengan tingkat interaksi tertinggi di Indonesia pada 2024. Sebagian besar konten trending berasal dari creator usia 16–25 tahun, dengan mayoritas berasal dari kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
Mereka menggunakan tren ini sebagai sarana ekspresi, kadang sebagai kritik sosial, namun lebih sering sebagai strategi untuk masuk ke halaman For You Page (FYP).
Namun dampaknya tidak bisa diabaikan. Penelitian dari Mardiana & Maryana (2024) menunjukkan bahwa 60–70% remaja pengguna aktif TikTok mengaku mengalami tekanan emosional akibat paparan konten perbandingan sosial, termasuk rasa rendah diri dan kecemasan.
Selain itu, survei global oleh Talker Research juga mencatat bahwa 1 dari 5 Gen Z menganggap Instagram dan TikTok sebagai pemicu utama stres mereka.
Psikolog remaja, dr. Fadhilah Saraswati, mengingatkan bahwa “konten seperti ini menanamkan standar palsu yang tidak semua orang mampu capai.