Kekeringan Parah kembali Melanda Wilayah Utara Kabupaten Bekasi, Ratusan Hektare Sawah Mengering

Musim Kemarau di wilayah utara Kabupaten Bekasi.
Kekeringan parah kembali melanda wilayah utara Kabupaten Bekasi. --KBE--
0 Komentar

BEKASI, KBEonline.id – Kekeringan parah kembali melanda wilayah utara Kabupaten Bekasi. Sejak sebulan terakhir, ratusan hektare lahan pertanian di tujuh kecamatan diantaranya Karangbahagia, Sukatani, Tambelang, Sukawangi, Sukakarya, Cabangbungin, dan Muaragembong dilaporkan mengering akibat terhentinya pasokan air irigasi. Para petani kesulitan menanam padi, sementara sebagian yang sudah menanam terpaksa merugi karena gagal panen.

Akbar Diaksana (28), seorang petani milenial asal Desa Jayabakti, Cabangbungin menjadi salah satu yang terdampak. Ia mengaku suplai air ke sawahnya berhenti total sejak awal Juli. Menurutnya, kekeringan kali ini diperparah oleh proyek pembangunan Bendung Sungai Hulu (BSH-0) di Kali Cikarang Bekasi Laut (CBL) yang menghambat aliran air ke wilayah utara.

“Sudah satu bulan air nggak ngalir. Biasanya cukup untuk sawah, sekarang kering. Kalau petani nggak nanam, terus mau kerja apa?” ujar Akbar Diaksana ketika diwawancarai Cikarang Ekspres, Senin (04/8).

Baca Juga:Rekomedasi Bakso Lava di Lampung yang Bikin Nampol, Pecinta Kuliner Pedas Wajib Coba Nih!5 Cafe di Lampung yang Cocok Dijadikan Tempat Nongkrong bersama Teman atau Pacar, Nggak Jauh Kok dari Enggal!

Masalah tidak berhenti pada proyek bendungan. Saluran irigasi yang melintasi irigasi Kali Sukatani juga dipenuhi sampah, sehingga aliran air tersumbat. Akbar menyebut, program normalisasi yang dilakukan pemerintah sejauh ini hanya menjangkau sebagian jalur irigasi, tidak menyeluruh dari Cikarang hingga Cabangbungin.

“Banyak titik belum dinormalisasi. Sampah menumpuk di saluran irigasi, air pun nggak bisa ngalir,” ungkapnya.

Warga setempat telah berinisiatif melakukan kerja bakti membersihkan saluran air secara manual. Namun, keterbatasan alat dan tenaga membuat hasilnya belum optimal. Bahkan, sejumlah warga sempat menggelar aksi protes, menuntut pemerintah segera membuka kembali aliran air ke lahan pertanian mereka.

“Normalisasi cuma di sebagian titik. Padahal air itu ngalir dari hulu ke hilir. Kalau yang di tengah dibersihin, tapi ujungnya mampet, ya sama saja,” tambah Akbar.

Fenomena ini semakin menambah derita petani. Pasalnya, saat musim hujan tiba, wilayah pertanian di Jayabakti dan sekitarnya justru sering dilanda banjir. Namun begitu musim kemarau datang, lahan malah mengering karena air tak tersedia.

“Kami di utara ini serba bingung. Musim hujan kebanjiran, musim kering kekeringan. Selalu salah musim,” keluhnya.

0 Komentar