Sekda ‘Hattrick’ Diperiksa KPK

Sekda ‘Hattrick’ Diperiksa KPK
0 Komentar

SKANDAL BERJAMAAH DI KOTA BEKASI JADI BAHASAN HINGGA PILWAKOT 2024?

Sekda Kota Bekasi, Reny Hendrawati sudah tiga kali diperiksa oleh komisi antirasuah (KPK) dalam perkara dugaan korupsi berjamaah di Kota Bekasi yang sudah menyeret 13 orang tersangka. Renny menjadi salah satu pejabat yang posisinya rawan juga ikutan terseret. Di sisi lain, kasus yang ‘bedol desa’ pejabat di Kota Bekasi ini berpotensi terus menjadi isu panas menjelang Pilwalkot 2024 mendatang.

Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi Reny Hendrawati. Reny bakal dimintai keterangan seputar kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di Pemkot Bekasi yang menjerat Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi alias Pepen. “Reny Hendrawati (Sekda Pemkot Bekasi) diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RE (Rahmat Effendi),” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, senin (14/3/2022). Ini bukan kali pertama Reny diperiksa dalam kasus ini. Reny sebelumnya pernah diperiksa pada Kamis, 17 Februari dan Selasa 22 Februari 2022. Pada pemeriksaan 17 Februari, Reny mengembalikan uang yang diduga berkaitan dengan kasus yang tengah ditangani KPK ini. Sementara pada 22 Februari, Reny diselisik soal proses pengadaan lahan di Bekasi. Diketahui, Rahmat Effendi ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan serta pengadaan barang dan jasa, dari hasil operasi tangkap tangan (OTT). Dari OTT, kasus dugaan korupsi ini, KPK juga mengamankan uang total Rp 5,7 miliar.

“Perlu diketahui, jumlah uang bukti kurang-lebih Rp 5,7 miliar dan sudah kita sita Rp 3 miliar berupa uang tunai dan Rp 2 miliar dalam buku tabungan,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (6/1).

Baca Juga:Status Pengelolaan Buper Karang Kitri Belum JelasDinkop UKM Karawang Terjunkan 180 Enumerator: 100 Ribu UMKM Bakal Didata

Untuk tersangka pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan tersangka penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Di tempat terpisah, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berkomitmen memperbaiki Indeks Pemberantasan Korupsi di Jawa Barat dengan tindakan pencegahan dari dalam pemerintahan. Pemimpin Kota dan Kabupaten di Jawa Barat harus turun langsung dalam penanganan  agar indeks  pemberantasan korupsi bisa turun. Hal tersebut disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada Rapat Koordinasi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Kepala Daerah se-Jawa Barat Tahun 2022.. “Dari pemberitaan media, pemberantasan korupsi mayoritas dari bentuk penindakan. Nah, supaya tidak terjadi hal itu, maka kita berikhtiar menutupi lubang-lubang potensi terjadinya praktik seperti itu (korupsi),” ujar Ridwan Kamil. Dalam arahannya Ridwan Kamil berharap pemimpin daerah, Wali Kota dan Bupati, turun langsung dalam penanganan, sehingga indeks  pemberantasan korupsi bisa turun.  “Ada beberapa indeks naik turun itu karena pemimpinnya tidak turun, kalau pemimpinnya turun, satu rombongan birokrasinya semangat. Tapi kalau pemimpinnya diam saja, nggak ngecek, nggak pernah ke lapangan, nggak memotivasi, pasti indeksnya biasa-biasa saja,” ujar Ridwan Kamil. (*)

0 Komentar