Tarhim

Tarhim
Fariz Alnizar
0 Komentar

dengan istilah salawat tarhim.

Apakah ada kelindan yang bersifat pasti
antara istilah tarhim dan salawat tarhim? Tampaknya tidak. Tarhim lebih
ditekankan pada bentuk, bukan isi. Yakni, tarhim adalah seruan dan penanda
menjelang masuk waktu salat.

Isinya bisa berupa apa saja, asal masih
memiliki nuansa religiusitas. Bukan berarti isi tarhim bisa berupa apa saja,
termasuk musik religi seperti lagunya Sam Bimbo dan Ebiet G. Ade, Nasida Ria,
Ungu, atau bahkan Gigi. Bukan. Ada semacam garis demarkasi yang sumir untuk
membedakan mana yang religius asketis dan mana yang religius non-asketis (lebih
bersifat hiburan).

Di pelosok Jawa Timur bagian utara, variasi
tarhim sendiri mengalami banyak modifikasi dan perubahan yang cukup signifikan.
Bukan saja soal isi, namun juga ihwal waktu pembacaannya.

Baca Juga:Perang Senja, Si Penghibur JalananPertamina Tambah “Pasukan” Pembersih Tumpahan Minyak

Jika pada awal mula kemunculannya tarhim
dibaca menjelang waktu subuh, kondisi mutakhir di pesisir Jawa Timur, tarhim
juga dibaca sebagai penanda candik ala atau waktu menjelang pergantian hari dan
tanda salat Magrib segera menjelang. Realitas dan tradisi ini tampaknya perlu
diperhatikan sebagai bagian penting pertimbangan untuk memberikan makna yang
valid terhadap lema tarhim dalam kamus.

Sepanggang seperloyangan, lantunan tarhim
juga bukan sebatas bacaan Alquran dan salawat benuansa Arab semata. Di banyak
pelosok desa-desa di Jawa Timur tarhim diisi dengan syiir tanpa watan karya
Kiai Nizam asal Sidoarjo yang lebih populer disebut sebagai syair Gus Dur.

Syair ini didominasi bahasa Jawa, bukan Arab. Saya membayangkan bagaimana terkekeh dan tergelaknya Gus Dur di alam sana ketika mendapati bahwa apa yang dikritiknya dulu sebagai “Islam kaset” yang kebisingannya mengganggu kenyenyakan orang tidur justru sekarang isinya berupa rekaman syair yang labelnya dinisbatkan pada nama Gus Dur. Mungkin jawabannya “begitu saja kok repot”. (*)

*) Pengajar linguistik Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, penulis buku ”Problem Bahasa Kita: Dari Iwak Pitik sampai Arus Balik”

Laman:

1 2
Tag:  
0 Komentar