McDonald’s kemudian membeli kembali restoran-restorannya di Israel setelah boikot tersebut menyebabkan penurunan penjualan. Bisnis ini menggunakan sistem waralaba yang memberikan lisensi kepada operator independen untuk mengelola lokasi-lokasi raksasa makanan cepat saji tersebut.
McDonald’s telah menyatakan bahwa beberapa kinerja keuangannya pada kuartal terakhir tahun 2023 terdampak secara signifikan oleh krisis Timur Tengah. Menurut CEO Chris Kempczinski, disinformasi mengenai sikap McDonald’s terhadap genosida telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pendapatan perusahaan di Timur Tengah dan tempat lainnya.
Boikot terhadap McDonald’s mengindikasikan kemarahan yang meluas terhadap perusahaan-perusahaan yang gagal menunjukkan simpati terhadap situasi kemanusiaan di Palestina. Banyak orang percaya bahwa perusahaan-perusahaan besar, seperti McDonald’s, memiliki tanggung jawab untuk menentang kebijakan-kebijakan yang mendorong terjadinya konflik atau pelanggaran hak asasi manusia.
Baca Juga:BPOM RI Siap Periksa Anggur Shine Muscat di Indonesia, Ada Apa?Google Tak Lagi Kuasai Pasar Iklan Internet di Masa Depan, Ini Prediksinya!
Boikot ini lebih dari sekadar metode perlawanan ekonomi, ini juga merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk mengekspresikan simpati dan belas kasihan terhadap penderitaan warga Palestina yang terjebak dalam konflik yang sedang berlangsung. Selain itu, penghentian genosida di Palestina dianggap sebagai tujuan penting oleh para pegiat hak asasi manusia di seluruh dunia.
Mereka menuntut agar perusahaan-perusahaan besar mengambil tindakan nyata untuk mempromosikan perdamaian dan keadilan, daripada hanya berfokus pada keuntungan. Boikot terhadap McDonald’s diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi perusahaan-perusahaan lain untuk lebih peka terhadap isu-isu global yang membahayakan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sipil.