Waduh, Banyak Petani Dipanggil Kejaksaan Gara-gara Proyek Pertanian

Waduh, Banyak Petani Dipanggil Kejaksaan Gara-gara Proyek Pertanian
Ilustrasi.
0 Komentar

KARAWANG- Banyak
kalangan yang menaruh harapan kepada KPK, BPK atau Kejaksaan untuk menjadi
perangkat ampuh dalam pemberantasan korupsi. Hanya saja kiprah para penegak
hukum harus benar-benar menegakkan hukum, dan tidak menimbulkan rasa takut bagi
para petani yang awam hukum.

Hal itu diungkapkan
aktivis tani Engkos Koswara. “Kini petani di Karawang banyak yang dipanggil
Kejaksaan untuk dimintai keterangannya mengenai projek infrastruktur pertanian,
dengan kisaran nilai projek Rp 70-80 juta,” ujar Engkos.

Dijelaskan,
kelompok-kelompok tani yang sebelumnya tidak dibekali pengetahuan ilmu teknik
sipil dan disiplin ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pembangunan
infrastruktur pertanian dipaksa untuk terlibat
menjadi pelaksana program pembangunan.

Baca Juga:Sekda Bantah Anggaran Rp 2,4 M, Tapi Tertulis di Dokumen KUA-PPASMengikis Radikalisme yang Kian Mencemaskan

“Sebagian dari mereka
ada yang bersedia menjadi pelaksana meski dengan anggaran minim. Hal ini
didasarkan pada mendesaknya kebutuhan infrastruktur untuk kelangsungan produksi
pertanian. Tapi ketika dihadapkan pada situasi dimana terdapat kesalahan yang
mengarah pada penyelewengan dari sistem penganggaran program oleh dinas
pertanian, para kelompok tani harus pula berurusan dengan penegak hukum,”
jelasnya.

Disebutkan Engkos,
bisa dibayangkan, Kejaksaan sebagai penegak hukum kemudian menjadi momok
menakutkan bagi petani yang lugu sekalipun dia merasa tidak bersalah.

“Dalam hal ini
Kejaksaan hendaknya meletakkan bangku untuk mendudukkan perkara korupsi di
tempat semestinya. Pemberantasan korupsi harus pula mengarah pada tujuan
membangun hari depan masyarakat diberbagai bidang,” tandasnya.

Ditambahkan juga,
Kejaksaan Negeri Karawang sendiri hampir tidak bersikap atas pengerukan sumber
daya pertanian seperti terjadinya capital flight yang disebabkan oleh absentee
landlord. Dan memang ketimpangan agraria sudah demikian nyata.
Begitu pula kegiatan-kegiatan industri berbau korupsi yang merusak alam nyaris
tidak tersentuh hukum. Padahal projek pembangunan semestinya diarahkan pada
tujuan kemaslahatan bagi rakyat banyak.

Itu sebabnya,
mengapa projek kecil 70-80 juta guna pembangunan klep air yang dibutuhkan untuk
pengairan sawah petani harus terlebih dulu disasar kejaksaan melompati projek
besar belasan miliar pembangunan Trotoar, Karang Pawitan dan fasilitas kota
lainnya yang tidak ada manfaat langsung bagi rakyat miskin.

“ Semestinya rakyatlah yang menjadi barisan pelopor pemberantasan korupsi. Semoga tidaklah rakyat dijadikan subjek pasif kriminalisasi penegak hukum,” pungkasnya. (red)

0 Komentar