KBEonline.id – Setiap tahun, usia kita bertambah satu angka. Ada yang merayakan momen ini bersama keluarga dan sahabat, ada pula yang memilih menikmati hari spesial itu sendirian. Namun, di balik perayaan ulang tahun, terselip kenyataan bahwa setiap pertambahan usia juga berarti kita melangkah semakin dekat pada akhir kehidupan.
Kadang, kita berharap waktu bisa berhenti sejenak, membiarkan kita menikmati momen-momen indah lebih lama. Namun kenyataannya, waktu tak pernah berhenti—ia terus melaju, bahkan ketika manusia dan seluruh kehidupan di Bumi telah tiada.
Pernahkah terlintas di benakmu, apakah waktu memiliki ujung? Jika iya, apa yang menanti di ujung perjalanan waktu itu?
Baca Juga:Penyebab Penyakit Autoimun, Apakah Berbahaya Untuk Tubuh?Pipik Taufik Ismail: Kita Harus Lebih Banyak Mencetak Wirausahawan Muda
Untuk memahami usia alam semesta, para ilmuwan menciptakan konsep “kalender kosmik”—sebuah cara menarik untuk membayangkan sejarah alam semesta dalam satu tahun kalender. Dalam kalender ini, setiap detik setara dengan hampir satu abad kehidupan nyata, dan satu hari bisa mewakili puluhan juta tahun.
Di bulan Januari kalender kosmik, terjadi peristiwa besar: Big Bang, awal mula segalanya. Dalam hitungan menit, atom-atom pertama terbentuk, lalu bintang-bintang generasi awal lahir, galaksi mulai berputar, dan akhirnya, di penghujung Agustus, tata surya kita muncul.
Menjelang Desember, kehidupan mulai tumbuh di Bumi. Tiga kali kepunahan massal terjadi, menyapu bersih sebagian besar makhluk hidup. Hingga akhirnya, di detik-detik terakhir tahun itu, manusia hadir di panggung kosmik—seolah hanya menjadi kilatan singkat dalam sejarah alam semesta.
Peradaban manusia, dengan segala pencapaiannya, hanya berlangsung selama 14 detik terakhir dalam kalender kosmik. Begitu singkat, namun penuh warna.
Jika kita membayangkan kalender kosmik terus berputar, masa depan Bumi dan alam semesta pun penuh misteri. Dalam minggu-minggu pertama tahun berikutnya, Bumi mungkin akan menghadapi tantangan besar: perubahan iklim ekstrem, pergeseran benua, hingga tabrakan asteroid. Bahkan, panas matahari yang kian meningkat bisa membuat permukaan Bumi meleleh. Jika manusia ingin bertahan, kita harus mencari rumah baru di luar angkasa.
Namun, perjalanan alam semesta tak berhenti di situ. Matahari, bintang yang menjadi pusat tata surya kita, perlahan akan membesar menjadi raksasa merah, membakar dan memusnahkan kehidupan di Bumi. Setelah itu, ia akan menyusut menjadi katai putih, lalu mendingin dan meredup seiring waktu.